Senin, 22 Desember 2008

Materi Caving

Materi Dasar Caving

ETIKA DAN KEWAJIBAN PENELUSURAN GUA

Menelusur gua dapat dikerjakan untuk olah raga maupun untuk tujuan ilmiah. Namun kedua kategori penelusur gua wajib menjunjung tinggi ETIKA dan KEWAJIBAN kegiatan penelusur gua ini agar lingkungan tidak rusak, agar para penelusur sadar akan bahaya-bahaya kegiatan ini dan mampu mencegah terjadinya musibah dan agar si penelusur sadar akan kewajibannya terhadap sesama penelusur dan masyarakat disekitar lokasi gua-gua.
Seorang pemula atau yang sudah berpengalaman sekalipun harus memenuhi ETIKA dan KEWAJIBAN PENELUSURAN GUA.

ETIKA PENELUSUR GUA :

1. Sejak semula harus disadari bahwa seorang penelusur gua DAPAT merusak gua, karena membawa kuman, jamur dan virus asing kedalam gua yang lingkungannya masih murni, tidak tercemar. Penelusran gua akan merusak gua apabila meninggalkan kotoran berupa sampah, kantong plastik, botol atau kaleng minuman dan makanan di dalam gua.
Membuang benda-benda tersebut adalah LARANGAN MUTLAK juga dilarang mencoret-coret gua dengan benda apapun juga.

Karenanya ikutilah MOTTO NSS dari USA:
“ Jangan MENGAMBIL sesuatu…….Kecuali mengambil POTRET”

“ Jangan MENINGGALKAN sesuatu…..Kecuali meninggalkan JEJAK”

“ Jangan MEMBUNUH sesuatu…… Kecuali membunuh WAKTU”

2. Gua adalah bentukan alam yang terbentuk dalam kurun waktu ribuan tahun. Setiap usaha merusak gua mendatangkan kerugian yang tidak dapat ditebus. Karenanya jangan merusak gua, mengambil atau memindahkan sesuatu didalam gua tanpa tujuan jelas yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk tujuan ilmiah sekalipun, harus diusahakan pengambilan spesimen secara cermat, terbatas dan selektif. Itupun setelah diyakini, bahwa belum tersedia spesimen yang sama didalam laboratorium atau museum dan belum diambil spesimen yang sama oleh ahli speleologi lainnya.
Menelusuri dan meneliti gua harus dilakukan dengan penuh RESPEK, tanpa mengganggu, mengusir, merusak atau mengambil isi gua, baik yang berupa benda mati atau yang hidup.

3. Menelusuri gua harus disertai kesadaran, bahwa kesanggupan dan keterampilan pribadi TIDAK USAH DIPAMERKAN. Sebaliknya ketidakmampuan tidak perlu ditutup-tutupi oleh karena rasa malu. Bertindaklah sewajar-wajarnya, tanpa membohongi diri sendiri dan orang lain. Apabila tidak sanggup, tetapi dipaksakan, maka hal ini akan membawa akibat buruk yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Adalah melanggar ETIKA untuk memandang rendah keterampilan serta kesanggupan sesama penelusur. Juga melanggar ETIKA bila memaksakan diri melakukan tindakan-tindakan diluar kemampuan teknis. Juga apabila belum siap mental atau kesehatan tidak memadai.

4. Tunjukkan RESPEK terhadap sesama penelusur gua dengan cara :

Ø Tidak menggunakan bahan-bahan atau peralatan yang disediakan oleh rombongan lain tanpa persetujuan mereka.

Ø Jangan membahayakan para penelusur lain, misalnya menimpukkan batu ketika ada penelusur lain didalam gua, mengambil atau memutuskan tali yang sedang terpasang, memindahkan tangga atau alat-alat lain yang dipasang oleh rombongan penelusur lainnya.

Ø Menghasut penduduk disekitar gua untuk melarang atau menghalangi rombongan lainnya memasuki gua, karena tidak satupun gua di bumi ini milik perseorangan kecuali apabila gua itu telah dibeli oleh yang bersangkutan. Untuk tujuan ilmiah setiap gua harus dapat diteliti setelah menempuh prosedur yang berlaku.

Ø Jangan melakukan penelitian yang sama, apabila ada rombongan lain yang sedang mengerjakan DAN BELUM MEMPUBLIKASIKANNYA.

Ø Jangan gegabah menganggap anda penemu sesuatu, kalau anda belum yakin betul, bahwa tidak ada orang lain yang juga telah menemukan pula.

Ø Jangan melaporkan hal-hal yang tidak benar demi sensasi atau ambisi pribadi, karena hal ini berarti membohongi diri sendiri, dan dunia ILMU SPELEOLOGI khususnya.

Ø Setiap usaha penelusuran gua adalah USAHA BERSAMA. Bukan usaha yang dicapai sendiri. Karena setiap publikasi dari hasil penelusuran gua tidak boleh menonjolkan prestasi pribadi tanpa mengingat jasa sesama penelusur.

Ø Jangan menjelek-jelekkan nama sesama penelusur dalam suatu publikasi walaupun si penelusur itu mungkin berbuat hal-hal negatif secara sadar atau tidak sadar. Setiap publikasi negatif tentang sesama penelusur akan memberikan gambaran negatif terhadap semua penelusur gua.

KEWAJIBAN
Dunia speleologi diberbagai negara meneruskan himbauan kepada semua penelusur gua agar lingkungan gua harus dijaga kebersihannya, kelestarian dan kemurniannya

1. Konservasi lingkungan gua harus menjadi TUJUAN UTAMA kegiatan SPELEOLOGI dan dilaksanakan sebaik-baiknya oleh SETIAP PENELUSUR GUA.
2. MEMBERSIHKAN gua serta lingkungannya, menjadi kewajiban pertama para penelusur gua.
3. Apabila sesama penelusur gua membutuhkan pertolongan darurat setiap penelusur gua wajib memberi pertolongan itu.
4. Setiap penelusur gua wajib menaruh respek terhadap penduduk sekitar gua. Mintalah ijin seperlunya, bila mungkin secara tertulis dari yang berwenang. Jangan membuat onar atau melakukan tindakan-tindakan yang menyinggung perasaan penduduk. Jangan merusak pagar, tanaman, atau bangunan dan mengganggu hewan milik penduduk.
5. Bila meminta ijin dari instansi resmi yang berwenang, maka harus dirasakan sebagai kewajiban untuk membuat laporan dan menyerahkan kepada instansi tersebut. Apabila telah meminta ijin nasehat kepada sekelompok penelusur atau seseorang ahli lainnya maka wajib diserahkan pula laporan kepada kelompok penelusur atau penasehat perseorangan itu.
6. Bagian-bagian yang berbahaya dalam suatu gua wajib diberitahukan kepada kelompok penelusur lainnya, apabila anda mengetahui akan adanya tempat-tempat yang berbahaya.
7. Sesuai dengan pandangan NSS dari USA, dilarang memamerkan benda-benda mati atau hidup yang ditemukan dalam gua untuk lingkungan NON-penelusur gua atau NON-ahli speleologi. Hal itu perlu nuntuk menghindari dorongan kuat yang hampir pasti timbul untuk ikut mengambil benda-benda itu guna koleksi pribadi. Bila perlu hanya boleh dipamerkan melalui foto-foto saja.
8. NSS juga tidak menganjurkan usaha mempublikasikan penemuan di dalam gua atau lokasi dari gua-gua SEBELUM, dinyatakan betul adanya usaha pelestarian oleh yang berwenang, yang memadai. Perusakan lingkungan gua oleh orang-orang awam menjadi tanggung jawab si penulis berita apabila mereka mengunjungi gua-gua itu akibat publikasi dalam media massa.
9. Dipelbagai negara, setiap musibah yang dialami penelusur gua wajib di laporkan kepada sesama penelusur melalui media speleologi yang ada. Hal ini perlu supaya jenis musibah yang sama dapat dihindari.
10. Menjadi kewajiban mutlak bagi setiap penelusur gua untuk memberitahukan kepada rekan-rekan atau keluarga terdekat ke lokasi mana yang akan di telusuri dan kapan ia diharapkan pulang. Di tempat lokasi gua, para penelusur wajib memberitahukan kepada penduduk terdekat nama dan alamat para penelusur dan kapan diharapkan seloesai menelusuri gua. Wajib diberitahukan kepada penduduk siapa yang harus dihubungi, apabila para penelusur belum keluar dari gua sesuai waktu yanjg direncanakan.
11. Para penelusur wajib memperhatikan keadaan cuaca. Wajib meneliti apakah ada bahaya banjir didalam gua sewaktu turun hujan lebat dan meneliti lokasi-lokasi mana di dalam gua yang dapat dipakai untuk menghindarkan diri dari banjir.
12. Dalam setiap musibah setiap penelusur wajib bertindak dengan teman tanpa panik dan wajib patuh pada instruksi pimpinan penelusur.
13. Setiap penelusur gua wajib melengkapi dirinya dengan perlengkapan dasar pada kegiatan lebih sulit dengan perlengkapan yang memenuhi syarat. Ia wajib mempunyai pengetahuan tentang penggunaan peralatan itu sebelum menelusuri gua.
14. Setiap penelusur gua wajib melatih diri dalam pelbagai keterampilan gerak menelusuri gua dan keterampilan menggunakan peralatan yang dibutuhkan.
15. Setiap penelusur gua wajib membaca pelbagai publikasi mengenai gua dan lingkungannya agar pengetahuannya tentang SPELEOLOGI tetap akan berkembang. Bagi yang mampu melakukan penyelidikan atau observasi ilmiah, diwajibkan menulis publikasi agar sesama penelusur atau ahli speleologi dapat menarik manfaat dari makalah-makalah itu.

INTRODUKSI SPELEOLOGI

I. Speleologi

Speleologi di Indonesia tergolong di Indonesia tergolong ilmu yang masih baru dan mulai berkembang sekitar tahun 1980. Sedangkan di Perancis dan Jerman sudah mempelajari ilmu tersebut sejak abad -19.

Speleologi adalah ilmu-ilmu yang mempelajari gua-gua. Kata tersebut diambil dari Bahasa Yunani : SPELALION : Gua, LOGOS : ilmu.

SPELEOLOGI dapat diartikan secara umum sebagai ilmu yang mempelajari gua beserta lingkungannya. Sebelum membicarakan Speleologi lebih lanjut , kita perlu mengetahui definisi dari gua :

Menurut IUS (International Union of Speleology) yang berkedudukan di Wina, Austria Gua adalah setiap ruangan bawah tanah, yang dapat dimasuki orang
Gua memiliki sifat yang khas dalam mengatur suhu udara didalamnya, yaitu pada saat udara diluar panas maka didalarn gua akan terasa sejuk, begitu pula sebaliknya.
Sifat tersebut menyebabkan gua di pergunakan sebagai tempat berlindung. Gua-gua yang banyak diternukan di Pulau Jawa dan pulau pulau lainnya di Indonesia , sebagian besar adalah gua batu gamping atau gua karst. Gua merupakan suatu lintasan air dimasa lampau dan kini kering (gua fosil) atau di masa kini, dan terlihat dialiri sungai (gua aktif). Karenanya mempelajari gua tidak terlepas dari mempelajari hidrologi karst dan segala fenomena karst dibawah permukaan (endo karst phenomena) supava memahami cara-cara gua terbentuk dan bagaimana cara memanfaatkannya sebagai sumber daya alam, yang mempunyai nilai estetika tinggi sebagai obyek wisata gua, atau sebagai sumber air, tanpa mencemarinya.

ll. Sejarah Penelusuran Gua

Tidak ada catatan resmi kapan manusia menelusuri gua. Berdasarkan peninggalanpeninggalan, berupa sisa makanan, tulangbelulang, dan juga lukisan-lukisan, dapat disimpulkan bahwa manusia sudah mengenal gua sejak puluhan tahun silam yang tersebar di benua Eropa, Afrika, dan Amerika.

Menurut catatan yang ada, penelusuran gua dimulai oleh JOHN BEAUMONT, ahli bedah dari Somerset, England (1674). la seorang ahli tambang dan geologi amatir, tercatat sebagai orang pertama yang menelusuri sumuran (potholing) sedalam 20 meter dan menemukan ruangan dengan panjang 80 meter, lebar 3 meter. Serta ketinggian plafon 10 meter, a-3,dan menggunakan penerangan Win. Menurut catatan, Beaumont merangkak sejauh 100 meter dan menemukan jurang (internal pitch). la mengikatkan tambang pada tubuhnya dan minta diulur sedalam 25 meter dan mengukur ruangan dalam gua tersebut. la melaporkan penemuan ini pada Royal Society, Lembaga Pengetahuan Inggris. Orang yang paling berjasa mendeskripsikan gua-gua antara tahun 1670-1680 adalah BARON JOHANN VALSAVOR dari Slovenia. la mengunjungi 70 gua, membuat peta, sketsa, dan melahirkan empat buku setebal 2800 hataman.

JOSEPH NAGEL, pada tahun 1747 mendapat tugas dari istana untuk memetakan sistem perguaan di Kerajaan Austro-Hongaria. Sedangkan wisata gua pertama kali tercatat tahun 1818, ketika Kaisar Habsbrug Francis I dari Austria meninjau gua Adelsberg (sekarang bemama gua Postojna) tertetak di Yugoslavia. Kemudian wiraswastawan Josip Jersinovic mengembangkannya sebagai tempat wisata dengan memudahkan tempat itu dapat dicapai. Diberi penerangan dan pengunjung dikenai biaya masuk. New York Times pada tahun 1881 mengkritik bahwa keindahan gua telah dirusak hanya untuk mencari keuntungan.
Stephen Bishop pemandu wisata yang paling berjasa, ia budak belian yang dipekerjakan oleh Franklin Gorin seorang pengacara yang membeli tanah di sekitar gua Mammoth, Kentucky Amerika Serikat pada tahun 1838. Dan kini gua Mammoth diterima UNICEF sebagai warisan dunia.

Sedangkan di Indonesia, faktor mistik dan magis masih melekat erat di gua-gua. Baik gua sebagai tempat pemujaan. sesaji maupun bertapa. Bahkan sering dianggap sebagai tempat tinggal makhluk !!!

Namun semuanya memiliki nilai budaya, legenda, mistik, dan kepercayaan sesuatu terhadap gua perluloh didokumentasi dan dihargai sebagai potensi budaya bangsa. Maka Antropotogi juga merupakan bagian dari Speleologi.

III. Lahirnya Ilmu Speleologi

Secara resmi ilmu Speleologi lahir pada abad - 19 berkat ketekunan EDWARD ALFRED MARTEL. Sewaktu kecil ia sudah mengunjungi gua Hahn di Belgia dengan ayahnya seorang ahli Paleontologi, kemudian juga mengunjungi gua Pyrenee di Swiss dan Italia. Pada tahun 1858 ia mulai mengenalkan penelusuran gua dengan peralatan, pada setiap musim panas ia dan teman-temannya mengunjungi gua-gua dengan membawa 2 gerobak penuh peralatan, bahan makanan dan alat fotografi. Martel membuat pakaian berkantung banyak yang sekarang disebut coverall (wearpack). Kantung itu diisi dengan peluit, batangan magnesium, 6 lilin lacsar, korek api, batu api, martil, 2 pisau, alat pengukur, thermometer, pensil, kompas, buku catatan, kotak P3K, beberapa permen coklat, sebotol rum dan sebuah telepon lapangan yang ia gendong. Sistem penyelamatannya dengan mengikatkan dirinya kalau naik atau menuruni dengan tali.

Tahun 1889, Martel menginjakkan kakinya pada kedalaman 233 m di sumuran ranabel dekat Marzille, Perancis dan selama 45 menu tergantung di kedalaman 90 m. la mengukur ketinggian atap dengan balon dari kertas yang digantungi spon yang dibasahi alkohol, begitu spon dinyalakan balon akan naik keatas mencapai atap gua. Hingga kini EDWARD ALFRED MARTEL disebut Bapak Speleologi. Kemudian banyak ahli speleologi seperti POURNIER, JANNEL, BIRET, dan banyak lagi.

Baru sete!ah PD I ROBERT DE JOLLY dan NOBERT CASTERET mampu mengimbangi MARTEL. Robert de Jolly mampu menciptakan peralatan gua yang terbuat dari Aluminium Alloy. Nobert Casteret orang pertama yang melakukan Cave Diving’ pada tahun 1922, dengan menyelami gua Montespan yang di dalam gua itu ditemukan patung-patung dan lukisan bison serta binatang lain dari tanah liat, yang menurut para ahli, itu sebagai acara ritual sebelum diadakan perburuan binatang, ditandai adanya bekas-bakas tombak dan panah. Namun dalam PD-II, gua-gua digunakan sebagai tempat pertahanan, karena pertahanan di gua akan sulit ditembus walaupun menggunakan born pada waktu itu.

IV. Perkembangan Speleologi di Indonesia

Di Indonesia Speleologi relatif tergolong suatu ilmu yang baru. Dalam hal ini masih sedikitnya ahli - ahli speleologi maupun pendidikan formal tentang speleologi. Speleologi baru berkembang sekitar tahun 1980, dengan berdirinya sebuah club yang bernama ‘SPECAVINA‘, yang didirikan oleh NORMAN EDWIN (alm) dan RKT KO ketua HIKESPI sekarang.

Namun karena adanya perbedaan prinsip dari keduanya maka terpecah, dan mereka masing-masing mendirikan perhimpunan :

1. NORMAN EDWIN (alm) mendirikan klub yang diberi nama “GARBA BUMI”
2. RKT KO mendirikan Hikespi pada tahun 1981

Pada tahun tahun tersebut bermunculan club-club speleologi di Indonesia seperti ASC yang berdiri pada tanggal 1 Januari 1984, SSS - Surabaya, DSC - Bali, DSC - Bali, SCALA- Malang, dll.

V. Ilmu Yang Berkaitan Erat Dengan Speleologi
Adanya perbedaan yang nyata antara permukaan dan bawah permukaan, maka keadaan ingkungan gua mempunyai nilai potensial untuk tempat penelitian yang biasa disebut sebagai laboratoriurn bawah tanah.

Ø Geomorfologi
Keadaan permukaan daerah kawasan gua-gua merupakan suatu bentang alam yang khas pada khususnya didaerah karst dimana seperti adanya bukit karst yang berbentuk cone karts, tower karst maupun bentuk morfologi permukaan lain seperti terdapat dolena, uvala, polje, cockpit, swattowhole, sungai masuk/ hilang, sungai keluar maupun bentuk-bentuk lain yang merupakan ciri kawasan karst yang mengalami proses pelarutan.

Ø Klimatologi
Keadaan iklim suatu daerah mempunyai pengaruh terhadap lingkungan gua baik itu flora dan fauna, keadaan fisik gua dilingkungan tersebut, hal ini terdapat adanya perbedaan suhu, tekanan, curah hujan yang ada dipermukaan daerah tersebut. Dari beberapa penyebab tersebut diatas banyak pars ahli klimatologi untuk mempelajari pengaruh-pengaruh terhadap lingkungan, gua tersebut.

Ø Hidrologi
Merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses terbentuknya lorong gua yang disebabkan oleh aliran air baik secara fisik maupun kimiawi. Selain dari itu proses terbentuknya ornamen gua ( seperti : stalaktit, stalakmid, canopy, flow stone, gourdam, rimestone,dIl), endapan di dalam gua, dan sungai bawah tanah, yang kesemuanya itu merupakan bagian dari proses terbentuknya sistim perguaan (cave system). Hampir sebagian besar gua diseluruh dunia terbentuk oleh adanya air, dilain hal faktor pendukung lainya juga mempunyai peranan yang penting ( seperti porositas batuan/ kesarangan, permeabilitas, saturasi dll).

Ø Geologi
Mempelajari asal terbentuknya batuan karbonat / batu gamping (lingkungan pengendapan) dengan asosiasinya, batuan vulkanik dan metamorfosa. Tektonik yang meliputi perlipatan, pengangkatan, pensesaran, yang hal ini akan menarik bagi pakar-pakar yang berkompeten untuk melakukan penelitian dipermukaan maupun bawah permukaan.

Ø Biologi
Gua merupakan suatu bentuk ekosistem bawah permukaan (sub surface) yang unik, dimana banyak menarik perhatian ahli biospeleologi untuk mengamati daerah tersebut, karena ada perbedaan yang spesifik dengan kehidupan dipermukaan seperti
a. komunitas yang berbeda dengan di permukaan, terutama atmosfir yang basah.
b. lingkungan yang basah tanpa cahaya.
c. perubahan sistim fisiologis karena faktor suhu, cahaya, dan tekanan yang berbeda dengan permukaan.

Ø Antropologi
Biasanya di lingkungan di daerah yang terdapat gua, terdapat suatu masyarakat percaya akan yang sudah dipahami secara turun temurun. Karena gua biasanya menggambarkan keadaan yang bersifat magis, sakral dan angker. Sehingga masyarakat didaerah tersebut percaya akan legenda atau mendapatkan sesuatu di gua tersebut (mendapat berkah, wangsit, biar tidak mendapat musibah dll) dengan cara bertapa, memberi sesaji, tirakat maupun acara acara yang bersifat ritual. Sehingga setiap daerah mempunyai adat tradisi yang berbeda- beda.

Ø Arkeologi dan Paleontotogi
Salah satu aset dari gua adalah arkeologi. Nilai arkeologi dari suatu gua bisa tercetus karena adanya lukisan-lukisan di dinding (art parriatal), yang di wilayah Indonesia terdapat di :
- Sulawesi Selatan : Maros, Leang-!eang, Leang kasi, Balloci Baru, Sumpang Bita.
- Irian Jaya : Fak Fak
- Kalimanatan Tengah
- Flores
Biasanya lukisan di dinding merupakan gambar te!apak tangan, Babi Rusa, Anoa, perahu, Rusa. Bahkan di Flores terdapat lukisan dari telapak tangan yang telah kehilangan salah satu jarinya dimana disini diasumsikan dari upacara ceremonial dalam memperingati kematian. Selain berupa lukisan di dinding peninggalan arkeologi dapat juga berupa barang pecah belah, patung, kapak batu, yang dapat disebut sebagai art mobilier.

Manusia telah mengenal gua sejak dahulu sebagai :
- Tempat perlindungan
- Tempat pemukiman
- Tempat penguburan
- Tempat sakral

Yang sampai saat ini masih ada hanyalah gua sebagai tempat yang sakral. Ada juga beberapa gua yang digunakan sebagai tempat penguburan, seperti di Trunyan (Bali) dan Londa (Sulawesi Selatan). Kepercayaan masyarakat mengenai gua sebagai tempat keramat dan dan harus dijauhi masih banyak tedihat di pelosok-pelosok. Lepas dari benar atau tidaknya anggapan mereka, terdapat juga beberapa gua yang memang mengandung misteri bagi mereka yang pernah menelusurinya, baik di daerah Wonosari, Pacitan, Blora, Sulawesi dan lain-lain.
Gua yang dihuni oleh manusia zaman dahulu adalah yang cenderung tertetak pada lokasi-lokasi (tempat)
- Dekat dengan air
- Dekat dengan daerah perburuan.

Jadi bisa dikatakan bahwa gua yang memiliki peninggalan arkeologi pasti di daerah sekitamya dahulu terdapat sungai atau sumber air lain, pendapat ini biasanya dibuktikan dengan melihat peta topografinya, maka akan tertihat bekas-bekas aliran sungai purba.

Bukti bahwa suatu gua pernah dihuni manusia, bila ditemukan antara lain :
- Sisa pembakaran
- Gerabah
- Artefak (a!at-alat dari batu, perunggu, besi.

Juga merupakan bukti dari kebudayaan manusia dari zaman paleolitik, neolitik, perunggu dan besi :
- Artefak batuan (kapak genggam, ujung tombak, pisau, ujung panah dan batu api.
Untuk menentukan umur dari artefak tersebut dapat dilakukan dengan Radio Dating yang berjangkal berbatas maksimal 18.000 tahun.
Artefak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan binatang yang telah membatu disebut fosil. Proses fosilisasi bisa terjadi bila bahan-bahan organik tertimbun lumpur abu vulkanik secara mendadak sehingga tidak sempat membusuk. Sel-sel organik sedikit demi sedikit digantikan oleh mineral dan timbul struktur keras yang menggantikan struktur organik yang lemah.

Fosil-fosil ini dapat berupa :
- Tulang belulang
- Hewan (kerang, serangga, ikan dan lain-lain)
- Kayu, pokok kayu

PSEUDOFOSIL menyerupai fold tetapi bukan fosil, misalkan lumpur yang mengeras dan tercetak rnenyerupai pola tulang dan batang pohon atau akar. Biasanya Pseudofosil terjadi karena aliran lumpur melewati rekahan-rekahan atau lubang-lubang yang terdapat pada batuan kapur.
Apabila dtemui bahan-bahan bemilai arkeologis maka jangan digeser atau dipindahkan dari tempatnya karena akan merusak jejak, untuk melakukan pelacakan ditentukan suatu titiik not dan dari titik itu digali milimeter demi milimeter dengan sikat atau kuas oleh para arkeolog yang telah berpengalaman. Semua temuan di Sato dan dicieskripsikan sesuai dengan kedalaman temuan. Sehingga akan didapatkan informasi mengenai umur dan asal dari benda temuan tersebut, dan dari analisa akan diperoleh gambaran mengenai kehidupan manusia di masa lalu.

VI. Yang perlu dilakukan oleh ahli speleologi / speleologiwan (speleologist)
Yang disebut sebagai speleologiawan (speleologist) yaitu seorang yang serius mendalami dan tahu tentang gua beserta kawasannya, dipandang dari aspek penelitian gua, pengelolaan gua maupun pendidikan speleologi.

a. Tingkatan Kursus Speleologi
1. Tingkat Dasar
Mengetahui dan paham tentang :
· Cara menelusuri gua dengan prosedur yang benar dan aman
· Etika moral penelusuran gua

2. Tingkat Lanjutan
Mendalami dan mengerti tentang :
· Teknik penelusuran gua horisontal , vertikal dan cave rescue.
· llmu pengetahuan terkait
· leadership

3. Tingkat Klinik
Pendalaman tentang :
· Manajemen Ekspedisi spe!eologi
· Metode Pendidikan speleologi

4. Tingkat Manajemen
Pendalaman tentang :
· Manajemen Penelitian Gua dengan berbagai disiplin ilmu terkait
· Manajemen Pendidikan Speleologi
· Pengelolaan Kawasan Gua dan Cara Pemanfaatannya Metode Pengembangan
Speleologi

5. Pendidikan tambahan lain
- Cave Rescue
- Pemetaan gua Khusus
- Fotografi Gua

b. Yang perlu di lakukan speleologiawan untuk kegiatan dan pengembangan speleologi yaitu :
· Pendataan dan pemetaan Gua
· Penelitian Gua
· Pengembangan manfaat gua
· Menjaga kelestarian Gua
· Kegiatan pertemuan speleologi seperti :Seminar, Lokakarya/ Workshop, Simposium,
Sarasehan, diskusi panel, dll
· Pameran Speleologi
· Pendidikan / kursus speleologi

c. Laporan hasil kegiatan speleologi.
1. Laporan perjalanan
2. Laporan Harian
3. Laporan Speleologi dibagi 3 bagian :
Teknis Perjalanan, perbekalan dan peralatan, derajat kesulitan kesampaian daerah dan penelusuran pendataan, pemetaan Ilmiah :
· Biospeleologi
· Geologi
· Geomorfologi
· Hidrologi
· Arkeolog
· Ekologi
· Sedimentologi
· Speleogenesis
Dan lain sebagainya.

Medis
· Macam obat yang dibawa
· Metode Emergency
· Peralatan kesehatan yang dibawa

Materi Navigasi


Pengetahuan Dasar Navigasi Darat

Navigasi darat adalah ilmu praktis. Kemampuan bernavigasi dapat terasah jika sering berlatih. Pemahaman teori dan konsep hanyalah faktor yang membantu, dan tidak menjamin jika mengetahui teorinya secara lengkap, maka kemampuan navigasinya menjadi tinggi. Bahkan seorang jago navigasi yang tidak pernah berlatih dalam jangka waktu lama, dapat mengurangi kepekaannya dalam menerjemahkan tanda-tanda di peta ke medan sebenarnya, atau menerjemahkan tanda-tanda medan ke dalam peta. Untuk itu, latihan sesering mungkin akan membantu kita untuk dapat mengasah kepekaan, dan pada akhirnya navigasi darat yang telah kita pelajari menjadi bermanfaat untuk kita, dan tanah air.

1. Peta

Peta adalah penggambaran dua dimensi (pada bidang datar) dari sebagian atau keseluruhan permukaan bumi yang dilihat dari atas, kemudian diperbesar atau diperkecil dengan perbandingan tertentu. Dalam navigasi darat digunakan peta topografi. Peta ini memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis kontur.
Beberapa unsur yang bisa dilihat dalam peta :

• Judul peta; biasanya terdapat di atas, menunjukkan letak peta
• Nomor peta; selain sebagai nomor registrasi dari badan pembuat, kita bisa menggunakannya sebagai petunjuk jika kelak kita akan mencari sebuah peta
• Koordinat peta; penjelasannya dapat dilihat dalam sub berikutnya
• Kontur; adalah merupakan garis khayal yang menghubungkan titik titik yang berketinggian sama diatas permukaan laut.
• Skala peta; adalah perbandingan antara jarak peta dan jarak horizontal dilapangan. Ada dua macam skala yakni skala angka (ditunjukkan dalam angka, misalkan 1:25.000, satu senti dipeta sama dengan 25.000 cm atau 250 meter di keadaan yang sebenarnya), dan skala garis (biasanya di peta skala garis berada dibawah skala angka).
• Legenda peta, adalah simbol-simbol yang dipakai dalam peta tersebut dibuat untuk memudahkan pembaca menganalisa peta.

Di Indonesia, peta yang lazim digunakan adalah peta keluaran Direktorat Geologi Bandung, lalu peta dari Jawatan Topologi, yang sering disebut sebagai peta AMS (American Map Service) dibuat oleh Amerika dan rata-rata dikeluarkan pada tahun 1960. Peta AMS biasanya berskala 1:50.000 dengan interval kontur (jarak antar kontur) 25 m. Selain itu ada peta keluaran Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional) yang lebih baru, dengan skala 1:50.000 atau 1:25.000 (dengan interval kontur 12,5m). Peta keluaran Bakosurtanal biasanya berwarna.

2. Koordinat

Peta Topografi selalu dibagi dalam kotak-kotak untuk membantu menentukan posisi dipeta dalam hitungan koordinat. Koordinat adalah kedudukan suatu titik pada peta. Secara teori, koordinat merupakan titik pertemuan antara absis dan ordinat. Koordinat ditentukan dengan menggunakan sistem sumbu, yakni perpotongan antara garis-garis yang tegak lurus satu sama lain. Sistem koordinat yang resmi dipakai ada dua macam yaitu :

a. Koordinat Geografis (Geographical Coordinate)
Sumbu yang digunakan adalah garis bujur (bujur barat dan bujur timur) yang tegak lurus dengan garis khatulistiwa, dan garis lintang (lintang utara dan lintang selatan) yang sejajar dengan garis khatulistiwa. Koordinat geografis dinyatakan dalam satuan derajat, menit dan detik. Pada peta Bakosurtanal, biasanya menggunakan koordinat geografis sebagai koordinat utama. Pada peta ini, satu kotak (atau sering disebut satu karvak) lebarnya adalah 3.7 cm. Pada skala 1:25.000, satu karvak sama dengan 30 detik (30?), dan pada peta skala 1:50.000, satu karvak sama dengan 1 menit (60?).

b. Koordinat Grid (Grid Coordinate atau UTM)
Dalam koordinat grid, kedudukan suatu titik dinyatakan dalam ukuran jarak setiap titik acuan. Untuk wilayah Indonesia, titik acuan berada disebelah barat Jakarta (60 LU, 980 BT). Garis vertikal diberi nomor urut dari selatan ke utara, sedangkan horizontal dari barat ke timur. Sistem koordinat mengenal penomoran 4 angka, 6 angka dan 8 angka. Pada peta AMS, biasanya menggunakan koordinat grid. Satu karvak sebanding dengan 2 cm. Karena itu untuk penentuan koordinat koordinat grid 4 angka, dapat langsung ditentukan. Penentuan koordinat grid 6 angka, satu karvak dibagi terlebih dahulu menjadi 10 bagian (per 2 mm). Sedangkan penentuan koordinat grid 8 angka dibagi menjadi sepuluh bagian (per 1mm).

Materi Mountaineering

MATERI MOUNTAINEERING

Secara bahasa arti kata Mountaineering adalah teknik mendaki gunung. Ruang lingkup kegiatan Mountaineering sendiri meliputi kegiatan sebagai berikut :

1. Hill Walking/Hiking

Hill walking atau yang lebih dikenal sebagai hiking adalah sebuah kegiatan mendaki daerah perbukitan atau menjelajah kawasan bukit yang biasanya tidak terlalu tinggi dengan derajat kemiringan rata-rata di bawah 45 derajat. Dalam hiking tidak dibutuhkan alat bantu khusus, hanya mengandalkan kedua kaki sebagai media utamanya. Tangan digunakan sesekali untuk memegang tongkat jelajah (di kepramukaan dikenal dengan nama stock atau tongkat pandu) sebagai alat bantu. Jadi hiking ini lebih simpel dan mudah untuk dilakukan.

Level berikutnya dalam mountaineering adalah scrambling. Dalam pelaksanaannya, scrambling merupakan kegiatan mendaki gunung ke wilayah-wilayah dataran tinggi pegunungan (yang lebih tinggi dari bukit) yang kemiringannya lebih ekstrim (kira-kira di atas 45 derajat). Kalau dalam hiking kaki sebagai ‘alat’ utama maka untuk scrambling selain kaki, tangan sangat dibutuhkan sebagai penyeimbang atau membantu gerakan mendaki. Karena derajat kemiringan dataran yang lumayan ekstrim, keseimbangan pendaki perlu dijaga dengan gerakan tangan yang mencari pegangan. Dalam scrambling, tali sebagai alat bantu mulai dibutuhkan untuk menjamin pergerakan naik dan keseimbangan tubuh.

Berbeda dengan hiking dan scrambling, level mountaineering yang paling ekstrim adalah climbing! Climbing mutlak memerlukan alat bantu khusus seperti karabiner, tali panjat, harness, figure of eight, sling, dan sederetan peralatan mountaineering lainnya. Kebutuhan alat bantu itu memang sesuai dengan medan jelajah climbing yang sangat ekstrim. Bayangkan saja, kegiatan climbing ini menggunakan wahana tebing batu yang kemiringannya lebih dari 80 derajat! Ouhhh…

Nah, tentu saja mountaineering ini cukup menantang untuk digeluti… selain wahana kegiatannya yang berada di daerah ketinggian pegunungan yang diwarnai dengan tebing lembah, ngarai, ceruk, sungai, dan panorama tiada tara, untuk melakoni mountaineering ini tentu saja dibutuhkan kesiapan fisik yang mantap.

Secara garis besarnya untuk melakoni mountaineering pastikan tubuh kalian dalam kondisi sehat, fit, dan stamina oke. Untuk itu olahraga teratur sangat mutlak. Selain itu, kau harus bebas dari semua phobia akan hal-hal yang berkaitan dengan tempat-tempat tinggi dan punya kesiapan rencana yang mantap!

Peralatan dasar kegiatan alam bebas seperti ransel, vedples (botol air), sepatu gunung, pakaian gunung, tenda, misting (rantang masak outdoor), kompor lapangan, topi rimba, peta, kompas, altimeter, pisau, korek, senter, alat tulis, dan matras mutlak dibutuhkan selain alat bantu khusus mountaineering seperti tali houserlite/kernmantel, karabiner, figure of eight, sling, prusik, bolt, webbing, harness, dan alat bantu khusus lainnya yang dibutuhkan sesuai level kegiatannya.

2. Climbing

Climbing adalah olah raga panjat yang dilakukan di tempat yang curam atau tebing. Tebing atau jurang adalah formasi bebatuan yang menjulang secara vertikal. Tebing terbentuk akibat dari erosi. Tebing umumnya ditemukan di daerah pantai, pegunungan dan sepanjang sungai. Tebing umumnya dibentuk oleh bebatuan yang yang tahan terhadap proses erosi dan cuaca.

Di dalam arti yang sebenarnya memang climbing itu panjat tebing. Tetapi banyak pula orang mengartikan bukan hanya panjat saja dalam kegiatan climbing ini melainkan juga Repling (turun tebing), Pursiking (naik tebing dengan menggunakan tali pursik) dan lain-lain.

Biasanya orang melakukan pemanjatan tebing ini dilakukan dengan konsentrasi yang tinggi, kekuatan tangan, kekuatan kaki, keseimbangan tubuh dijadikan tolak ukur dalam melakukan pemanjatan ini. Panjat tebing bukan hanya di alam tetapi kita bisa di tebing buatan (woll-climbing).

Dalam divisi climbing ini sangatlah mengharapkan peran lembaga STTA dalam melancarkan kegiatannya, yaitu adanya pembuatan woll-climbing. Didalam pembuatan wool-climbing memang memerlukan dana yang cukup besar. Maka dari itu Palastta mengharapkan kerjasama dari pihak manapun untuk dapat bekerja sama dalam pembuatan wool-climbing ini.

3. Rock Climbing

Rock Climbing adalah olah raga fisik dan mental yang mana selalu membutuhkan kekuatan, keseimbangan, kecepatan, ledakan-ledakan tenaga yang didukung dengan kemampuan mental para pelakunya. Ini adalah kegiatan yang sangat berbahaya dan dibutuhkan pengetahuan dan latihan. Olah raga ini juga menggunakan alat-alat panjat yang sangat krusial dan rawan, tetapi dengan teknik dan pengetahuan yang benar, olah raga ini sangat aman untuk dilakukan.

  • Ice and Snow Climbing

Ice and Snow Climbing adalah olah raga fisik dan mental yang mana selalu membutuhkan kekuatan, keseimbangan, kecepatan, ledakan-ledakan tenaga yang didukung dengan kemampuan mental para pelakunya. Ini adalah kegiatan yang sangat berbahaya dan dibutuhkan pengetahuan dan latihan. Olah raga ini juga menggunakan alat-alat panjat yang sangat krusial dan rawan, tetapi dengan teknik dan pengetahuan yang benar, olah raga ini sangat aman untuk dilakukan.

  • ALAT CLIMBING

1. Tali Pendakian

Fungsi utamanya dalam pendakian adalah sebagai pengaman apabila jatuh.Dianjurkan jenis-jenis tali yang dipakai hendaknya yang telah diuji oleh UIAA, suatu badan yang menguji kekuatan peralatan-peralatan pendakian. Panjang tali dalam pendakian dianjurkan sekitar 50 meter, yang memungkinkan leader dan belayer masih dapat berkomunikasi. Umumnya diameter tali yang dipakai adalah 10-11 mm, tapi sekarang ada yang berkekuatan sama, yang berdiameter 9.8 mm.
Ada dua macam tali pendakian yaitu :
  • Static Rope, tali pendakian yang kelentirannya mencapai 2-5 % fari berat maksimum yang diberikan. Sifatnya kaku, umumnya berwarna putih atau hijau. Tali static digunakan untuk rappelling.
  • Dynamic Rope, tali pendakian yang kelenturannya mencapai 5-15 % dari berat maksimum yang diberikan. Sifatnya lentur dan fleksibel. Biasanya berwarna mencolok (merah, jingga, ungu).

2. Carabiner

Adalah sebuah cincin yang berbentuk oval atau huruf D, dan mempunyai gate yang berfungsi seperni peniti. Ada 2 jenis carabiner :
  • Carabiner Screw Gate (menggunakan kunci pengaman).
  • Carabiner Non Screw Gate (tanpa kunci pengaman)

3. Sling

Sling biasanya dibuat dari tabular webbing, terdiri dari beberapa tipe. Fungsi sling antara lain :

- sebagai penghubung
- membuat natural point, dengan memanfaatkan pohon atau lubang di tebing.
- Mengurangi gaya gesek / memperpanjang point
- Mengurangi gerakan (yang menambah beban) pada chock atau piton yang terpasang.

4. Descender

Sebuah alat berbentuk angka delapan. Fungsinya sebagai pembantu menahan gesekan, sehingga dapat membantu pengereman. Biasa digunakan untuk membelay atau rappelling.

5. Ascender

Berbentuk semacam catut yang dapat menggigit apabila diberi beban dan membuka bila dinaikkan. Fungsi utamanya sebagai alat Bantu untuk naik pada tali.

6. Harnes / Tali Tubuh

Alat pengaman yang dapat menahan atau mengikat badan. Ada dua jenis hernas :
  • Seat Harnes, menahan berat badan di pinggang dan paha.
  • Body Harnes, menahan berat badan di dada, pinggang, punggung, dan paha.
Harnes ada yang dibuat dengan webbning atau tali, dan ada yang sudah langsung dirakit oleh pabrik.

7. Sepatu

Ada dua jenis sepatu yang digunakan dalam pemanjatan :
  • Sepatu yang lentur dan fleksibel. Bagian bawah terbuat dari karet yang kuat. Kelenturannya menolong untuk pijakan-pijakan di celah-cleah.
  • Sepatu yang tidak lentur/kaku pada bagian bawahnya. Misalnya combat boot. Cocok digunakan pada tebing yang banyak tonjolannya atau tangga-tangga kecil. Gaya tumpuan dapat tertahan oleh bagian depan sepatu.

8. Anchor (Jangkar)

Alat yang dapat dipakai sebagai penahan beban. Tali pendakian dimasukkan pada achor, sehingga pendaki dapat tertahan oleh anchor bila jatuh. Ada dua macam anchor, yaitu :
  • Natural Anchor, biasanya merupakan pohon besar, lubang-lubang di tebing, tonjolan-tonjolan batuan, dan sebagainya.
  • Artificial Anchor, anchor buatan yang ditempatkan dan diusahakan ada pada tebing oleh si pendaki. Contoh : chock, piton, bolt, dan lain-lain.

Minggu, 21 Desember 2008

Gunung di Indonesia

Gunung-Gunung di Indonesia

Bali
Gunung Abang (2.152 m) Gunung Agung (3.142 m)
Gunung Batukau (2.276 m) Gunung Batur (1.717 m)
Gunung Catur (2.098 m) Gunung Sangiang (2.087 m)


Bengkulu
Gunung Bapagat (2.732 m) Gunung Dempo (3.159 m)
Gunung Dingin (2.020 m) Gunung Gadang (2.466 m)
Gunung Patah (2.817 m) Gunung Runcing (2.221 m)
Gunung Seblat (2.883 m) Gunung Tangkitlebak (2.115 m)


DI Aceh
Gunung Abong-abong (3.015 m) Gunung Bandahara (3.030 m)
Gunung Bateekeubeu (2.840 m) Gunung Bateemecica (1.140 m)
Gunung Bumi Geureudong (2.670 m) Gunung Bumi Telong (2.600 m)
Gunung Geureudong (2.590 m) Gunung Leuser (4.446 m)
Gunung Mueajan (3.079 m) Gunung Panet Sagu (3.019 m)
Gunung Panjang (2.023 m) Gunung Perkison (2.532 m)
Gunung Segama (2.015 m) Gunung Sorik Merapi (2.145 m)
Gunung Tangga (2.500 m) Gunung Tinjaulaut (2.105 m)
Gunung Ulumasen (2.390 m)


Jambi
Gunung Sumbing (2.507 m) Gunung Masurai (2.935 m)


Jawa Barat
Gunung Bukittunggul (2.203 m) Gunung Burangrong (2.064 m)
Gunung Cikurai (2.821 m) Gunung Cireme (3.078 m)
Gunung Galunggung (2.168 m) Gunung Gede (2.958 m)
Gunung Guntur (2.249 m) Gunung Kancana (2.182 m)
Gunung Malabar (2.321 m) Gunung Masigit (2.078 m)
Gunung Pangrango (3.019 m) Gunung Papandayan (2.665 m)
Gunung Patuha (2.434 m) Gunung Salak (2.211 m)
Gunung Tangkuban Perahu (2.084 m) Gunung Telaga Bodas (2.201 m)
Gunung Tilu (2.040 m) Gunung Wayang (2.181 m)
Gunung Windu (2.054 m)


Jawa Tengah
Gunung Bismo (2.365 m) Gunung Merapi (2.914 m)
Gunung Merbabu (3.142 m) Gunung Muria (1.602 m)
Gunung Perahu (2.565 m) Gunung Rogojembangan (2.177 m)
Gunung Slamet (3.418 m) Gunung Sumbing (3.371 m)
Gunung Sundoro (3.150 m) Gunung Ungaran (2.050 m)


Jawa Timur
Gunung Anjasmoro (2.282 m) Gunung Argomayang (2.198 m)
Gunung Argopuro (3.088 m) Gunung Arjuna (3.339 m)
Gunung Bromo (2.392 m) Gunung Butak (2.868 m)
Gunung Cemarakuning (2.248 m) Gunung Jambangan (2.482 m)
Gunung Kawi (2.651 m) Gunung Kelud (1.731 m)
Gunung Lawu (3.265 m) Gunung Liman (2.512 m)
Gunung Mahameru/Semeru (3.676 m) Gunung Merapi (2.800 m)
Gunung Raung (3.332 m) Gunung Suket (2.950 m)
Gunung Welirang (3.166 m) Gunung Wilis (2.169 m)


Kalimantan Barat
Gunung Bukitraya (2.278 m)


Kalimantan Timur
Gunung Harun (2.160 m) Gunung Liangpran (2.240 m)


Lampung
Gunung Krakatau (913 m) Gunung Tanggamas (2.102 m)


Maluku
Gunung Binaiya (3.019 m) Gunung Gamalama (2.700 m)
Gunung Kapaladmada (2.429 m) Gunung Laworkawra (4.481 m)
Gunung Legatala (4.241 m) Gunung Nieuwerkerk (4.185 m)
Gunung Serawema (4.355 m) Gunung Sibela (2.111 m)
Gunung Wetar (5.282 m) Gunung Wurlali (4.668 m)


Nusa Tenggara Barat
Gunung Ebulolobo (2.123 m) Gunung Rinjani (3.726 m)
Gunung Kalimutu (1.640 m) Gunung Kondo (2.947 m)
Gunung Nangi (2.330 m) Gunung Tambora (2.851 m)
Gunung Inerie (2.245 m)


Nusa Tenggara Timur
Gunung Batutara (3.750 m) Gunung Keknemo (2.070 m)
Gunung Ranakah (2.400 m)


Papua
Gunung Arfak (2.940 m) Gunung Derabaro (4.150 m)
Gunung Dwikora (4.750 m) Gunung Jaya/Ngapulu (5.030 m)
Gunung Kwoko (3.000 m) Gunung Mandala (4.700 m)
Gunung Redoura (3.083 m) Gunung Togwomeri (2.680 m)
Gunung Trikora (4.750 m) Gunung Yamin (4.595 m)
Gunung Yaramamafaka (3.370 m)


Pulau Sangir
Gunung Api (5.000 m)


Sulawesi Selatan
Gunung Anuan (3.673 m) Gunung Balease (3.016 m)
Gunung Gandadinata (3.074 m) Gunung Kabinturu (2.655 m)
Gunung Kambuno (2.950 m) Gunung Lampobatang (2.871 m)
Gunung Paroreang (2.616 m) Gunung Rantemado (3.445 m)
Gunung Sinajai (2.669 m) Gunung Tolondokalaud (2.884 m)


Sulawesi Tengah
Gunung Butumpu (2.400 m) Gunung Daku (2.304 m)
Gunung Dali (2.253 m) Gunung Dampal (2.304 m)
Gunung Gawalisi (2.023 m) Gunung Gentilomatinan (2.207 m)
Gunung Kulawi (3.311 m) Gunung Lambuno (2.443 m)
Gunung Lompopana (2.480 m) Gunung Lumut (2.234 m)
Gunung Mad (2.552 m) Gunung Malino (2.443 m)
Gunung Maruwali (2.280 m) Gunung Nokilalaki (2.355 m)
Gunung Ogoamas (2.565 m) Gunung Pekawa (2.314 m)
Gunung Rerekautimdu (2.508 m) Gunung Salai (2.040 m)
Gunung Sidole (2.099 m) Gunung Sonjo (3.225 m)
Gunung Tambusisi (2.422 m) Gunung Tanamatua (2.543 m)
Gunung Tinombala (2.183 m) Gunung Towengkeli (2.229 m)
Gunung Tumpu (2.400 m)


Sulawesi Tenggara
Gunung Mengkoka (2.790 m) Gunung Watuwila (2.000 m)


Sulawesi Utara
Gunung Awu (3.330 m) Gunung Boliohutu (2.065 m)
Gunung Colo (2.509 m) Gunung Karangetung (2.700 m)
Gunung Klabat (2.022 m) Gunung Tentolomatinan (2.207 m)


Sumatra Barat
Gunung Gedang (2.050 m) Gunung Kerinci (3.800 m)
Gunung Maitang (2.262 m) Gunung Marapai (2.891 m)
Gunung Ophir (2.191 m) Gunung Pantai Cermin (2.690 m)
Gunung Pasaman (2.900 m) Gunung Singgalang (2.877 m)
Gunung Talakmau (2.912 m) Gunung Talang (2.597 m)
Gunung Tandiket (2.438 m)


Sumatra Selatan
Gunung Besagi (2.232 m)


Sumatra Utara
Gunung Sibayak (2.094 m) Gunung Sibuatan (2.457 m)
Gunung Sihabuhabu (2.300 m) Gunung Sinabung (2.412 m)
Gunung Sipoimcim (2.199 m) Gunung Tampunanjing (2.008 m)
Gunung Kalau (2.171 m)

Sabtu, 06 Desember 2008

Beberapa Profil Gunung di Jawa Timur

Gunung Bromo


Gunung Bromo (dari bahasa Sanskrit/bahasa Jawa: Brahma, salah seorang Dewa Utama Hindu), merupakan gunung berapi yang masih aktif dan paling terkenal sebagai objek wisata di Jawa Timur. Sebagai sebuah objek wisata, Gunung Bromo menjadi tumpuan karena statusnya sebagai gunung berapi yang masih aktif.

Bromo mempunyai ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut itu berada dalam empat wilayah, iaitu Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. Bentuk Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi.

Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan kawasan baya seperti lingkaran dengan jejari 4 km dari pusat kawah Bromo.

Gambar Gunung Bromo dari NASA.

Perjalanan untuk menuju ke pusat objek wisata sangat sukar karena jalan yang ditempuh tak boleh dilalui oleh kenderaan biasa, kecuali kita menyewa jip yang disediakan oleh pengelola wisata, jadi wisatawan banyak yang berjalan kaki untuk menuju ke pusat lokasi.

Lautan pasir adalah andalan wisata dari gunung Bromo, di alam pegunungan yang sejuk, kita dapat melihat padang pasir dan rerumputan yang luas. Sedangkan yang paling dilihat dari gunung bromo adalah pemandangan ketika matahari terbit yang sangat jelas sekali dan sangat indah. Walaupun perjalanan ke Bromo sangat berdebu, tapi tidak terasa jauhnya, karena keindahan pemandangannya yang sangat luar biasa.



Gunung Arjuno

Gunung Arjuno merupakan sebuah gunung yang terdapat di pulau Jawa, Indonesia. Gunung Arjuno mempunyai ketinggian setinggi 3,339 meter.

Gunung Arjuno mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.


Gunung Semeru


Gunung Semeru atau Sumeru adalah gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari aras laut. Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Jonggring Saloko.

Semeru mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.

Kedudukan gunung ini terletak diantara wilayah pentadbiran Kabupaten Malang dan Lumajang, dengan lokasi geografi antara 8°06' LS dan 120°55' BT.

Pada tahun 1913 dan 1946 Kawah Jonggring Saloka memiliki kubah dengan ketinggian 3.744,8 M hingga akhir November 1973. Disebelah selatan, kubah ini memecahkan tepi kawah menyebabkan aliran lava ke bahagian selatan daerah Pasirian, Candiputro dan Lumajang.

Untuk mendaki puncak gunung Semeru memerlukan masa sekitar empat hari pulang dan balik. Untuk mendaki gunung berkenaan pendaki mesti melewati kota Malang atau Lumajang. Dari terminal kota Malang kita menaiki kenderaan awam menuju desa Tumpang dan disambung lagi dengan kenderaan jip atau trak sayuran yang banyak terdapat di belakang pasar terminal Tumpang dengan kos Rp.13.000 per orang,- hingga Pos Ranu Pani.

Sebelumnya kita mampir di Gubugklakah untuk memperoleh surat keizinan, dengan perincian, kos biaya surat keizinan Rp.6.000,- untuk maksimal 10 orang, kos masuk taman Rp.2.000 per orang dan insurans Rp.2.000 per orang.

Kemudian dengan menggunakan kenderaan tersebut, perjalanan dimulakan dari Tumpang menuju Ranu Pani, desa terakhir di kaki gunung Semeru. Di sini terdapat Pos pemeriksaan, terdapat juga warung dan pondok penginapan. Pendaki juga dapat bermalam di Pos penjagaan. Di Pos Ranu Pani juga terdapat dua buah danau yakni danau Ranu Pani (1 ha) dan danau Ranu Regulo (0,75 ha). Terletak pada ketinggian 2.200 daripada aras laut.

Setelah sampai di gapura "selamat datang", lihat terus ke kiri ke arah bukit, jangan mengikuti jalanan yang lebar ke arah kebun penduduk. Selain jalur yang biasa dilewati para pendaki, juga ada jalur pintas yang biasa digunakan oleh para pendaki tempatan, tetapi jalur ini sangat curam.

Jalur awal landai, menyusuri lereng bukit yang didominasi dengan tumbuhan alang-alang. Tidak ada tanda penunjuk arah jalan, tetapi terdapat tanda ukuran jarak pada setiap 100m. Banyak terdapat pohon tumbang, dan ranting-ranting diatas kepala.

Setelah berjalan sekitar 5 km menyusuri lereng bukit yang banyak ditumbuhi Edelweis, lalu akan sampai di Watu Rejeng. Disini terdapat batu terjal yang sangat indah. Pemandangan sangat indah ke arah lembah dan bukit-bukit, yang ditumbuhi hutan cemara dan pinus. Kadang kala dapat menyaksikan kepulan asap dari puncak semeru. Untuk menuju ke Ranu Kumbolo masih harus meneruskan perjalanan pada sekitar 4,5 km.

Di Ranu Kumbolo dapat mendirikan khemah. Terdapat danau dengan air yang bersih dan memiliki pemandangan indah terutama di pagi hari dapat menyaksikan matahari terbit disela-sela bukit. Banyak terdapat ikan, kadang burung belibis liar. Ranu Kumbolo berada pada ketinggian 2.400 m dengan luas 14 ha.

Dari Ranu Kumbolo sebaiknya menyiapkan air sebanyak mungkin. Meninggalkan Ranu Kumbolo kemudian mendaki bukit terjal, dengan pemandangan yang sangat indah dibelakang ke arah danau. Di depan bukit terbentang padang rumput yang luas yang dinamakan oro-oro ombo. Oro-oro ombo dikelilingi bukit dan gunung dengan pemandangan yang sangat indah, padang rumput luas dengan lereng yang ditumbuhi pohon pinus seperti di Eropa. Dari balik Gn. Kepolo tampak puncak Gn. Semeru menyemburkan asap wedus gembel.

Selanjutnya memasuki hutan Cemara dimana kadang dijumpai burung dan kijang. Daerah ini dinamakan Cemoro Kandang.

Pos Kalimati berada pada ketinggian 2.700 m, disini dapat mendirikan khemah untuk beristirahat. Pos ini berupa padang rumput luas di tepi hutan cemara, sehingga banyak tersedia ranting untuk membuat api unggun.

Terdapat mata air Sumber Mani, ke arah barat (kanan) menelusuri pinggiran hutan Kalimati dengan menempuh jarak 1 jam pulang pergi. Di Kalimati dan di Arcopodo banyak terdapat tikus gunung.

Untuk menuju Arcopodo berbelok ke kiri (Timur) berjalan sekitar 500 meter, kemudian berbelok ke kanan (Selatan) sedikit menuruni padang rumput Kalimati. Arcopodo berjarak 1 jam dari Kalimati melewati hutan cemara yang sangat curam, dengan tanah yang mudah longsor dan berdebu. Dapat juga kita berkemah di Arcopodo, tetapi kondisi tanahnya kurang stabil dan sering longsor. Sebaiknya menggunakan kacamata dan penutup hidung karena banyak abu beterbangan. Arcopodo berada pada ketinggian 2.900m, Arcopodo adalah wilayah vegetasi terakhir di Gunung Semeru, selebihnya akan melewati bukit pasir.

Dari Arcopodo menuju puncak Semeru diperlukan waktu 3-4 jam, melewati bukit pasir yang sangat curam dan mudah merosot. Semua barang bawaan sebaiknya tinggal di Arcopodo atau di Kalimati. Pendakian menuju puncak dilakukan pagi-pagi sekali sekitar pukul 02.00 pagi dari Arcopodo.

Siang hari angin cendurung ke arah utara menuju puncak membawa gas beracun dari Kawah Jonggring Saloka.

Pendakian sebaiknya dilakukan pada musim kemarau yaitu bulan Juni, Juli, Agustus, dan September. Sebaiknya tidak mendaki pada musim hujan karena sering terjadi badai dan tanah longsor.



Gunung Kelud


Gunung Kelud merupakan sebuah gunung berapi strato yang terletak di Jawa Timur di negara Indonesia. Gunung ini terletak di sempadan daerah Kediri, Blitar dan Malang. Jaraknya 27 km dari Kediri. Penduduk Kediri seramai 1300,000 orang.

Gunung Kelud mempunyai ketinggian setinggi 1,731 meter daripada aras laut. Gunung Wilis dan, Kawi dan Butak juga terletak berhampiran.

Indonesia termasuk dalam Lingkaran Api Pasifik.

Jenis hutan


masih banyak lagi info-info gunung yang dapat anda peroleh, bukan hanya di kawasan jatim, tapi juga di kawasan seluruh indonesia..
untuk keterangan lebih jelas silahkan kunjungi link "Wikipedia" yang ada di samping kanan halaman ini.